Jajaran Polda
Bengkulu terdiri dari Ditreskrimum Polda Bengkulu, Ditreskrimsus Polda
Bengkulu, Polresta Bengkulu, Polres Kaur, Satbrimob Polda Bengkulu, dan Satwil
Bengkulu Densus 88 anti teror berhasil mengungkap kepemilikan senjata api dan
amunisi ilegal yang beredar di wilayah hukum Polda Bengkulu.
Dari ungkap kasus
tersebut, sebanyak 102 pucuk senjata api dan amunisi ilegal berhasil di amankan
dan disita penyidik Polda Bengkulu.
Disampaikan Kapolda
Bengkulu melalui Kabid Humas Polda Bengkulu Kombes Pol Anuardi, ratusan senjata
api yang berhasil diamankan ini berasal dari home industri yang berasal dari
Kabupaten Kaur.
"Hal ini bermula dari laporan masyarakat bahwa di
Kabupaten Kaur ada home industri senpi dan amunisi ilegal, atas informasi itu
Polda Bengkulu membentuk tim untk melakukan penyelidikan," kata Kombes Pol
Anuardi, Selasa (4/4/2023) saat press conference di Polda Bengkulu.
Ia menambahkan, home
industri senpi dan amunisi Ilegal ini ternyata dilakoni oleh tiga orang dari
Desa Talang Jawi Kelurahan Talang Jawi I Kecamatan Padang Guci Hilir Kabupaten
Kaur, Provinsi Bengkulu.
Ketiganya berinsial AM
(52) swasta, HA (47) swasta dan RO (38) bekerja sebagai PNS di lingkungan Dinas
Provinsi Bengkulu.
"Ketiganya ini berperan sebagai pemilik dan pembeli
daripada senpi dan amunisi Ilegal tersebut. Saat ini terhadap ketiganya juga
telah ditetapkan tersangka," ungkapnya.
Sementara itu dari pengungkapan kasus senpi dan amunisi
Ilegal ini, tim Satgassus Rafflesia berhasil mengamankan 11 pucuk senpi yang
saat itu berada di home industri tersebut. Kemudian dikembangkan dan berhasil
mengaman 102 pucuk senpi.
Lebih lanjut, dari pengakuan tersangka, senpi-senpi itu
di produksi dengan menggunakan mesin yang telah disediakan. Dimana dalam proses
pembuatannya membutuhkan waktu 1 hingga 2 bulan.
"Ada 95 pucuk senpi
laras panjang dan 7 pucuk senpi laras pendek yang kita amankan. Kemudian untuk
amunisi ada 339 butir, selongsong 143 butir dan proyektil 4 butir serta mesin
bubut yang digunakan tersangka untuk memproduksi senpi," tutup Kombes Pol
Anuardi.
Atas perbuatannya ketiga tersangka dijerat pasal 1 ayat 1
undang-undang darurat RI nomor 12 tahun 1951 dengan hukuman mati atau penjara
seumur hidup atau penjara setinggi-tingginya 20 tahun.