“ Kementerian Kesehatan (Kemenkes) buka suara perihal viral praktik pengobatan Ida Dayak yang belakangan dipercaya masyarakat sebagai tabib yang mampu menyembuhkan sejumlah penyakit tanpa harus melakukan tindakan medis seperti operasi.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi
menyatakan pemerintah melalui dinas kesehatan setempat bakal melakukan
pembinaan terhadap praktik pengobatan tradisional ataupun tenaga penyehat
tradisional (Hatra) agar mereka memiliki surat terdaftar penyehat tradisional
(STPT).
"Kami lakukan pembinaan termasuk pengawasan koordinasi melalui dinas
kesehatan. Tenaga penyehat tradisional bisa dibagi berdasarkan modalitas yaitu,
ketrampilan, ramuan, dan campuran. Berdasarkan itu kita lakukan pembinaan ya
supaya masyarakat tidak dirugikan,"
Nadia melanjutkan regulasi terkait Hatra telah termaktub
dalam sejumlah peraturan. Di antaranya PP Nomor 103 Tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional. Kemudian Permenkes Nomor 15 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer.
Regulasi lainnya yakni Permenkes Nomor 61 Tahun 2016 Pelayanan Kesehatan
Tradisional Empiris, Permenkes Nomor 37 Tahun 2017 tentang pelayanan Kesehatan
Tradisional Integrasi serta UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Nadia juga menyadari bagaimanapun Indonesia memiliki warisan budaya termasuk
pengobatan tradisional. Namun hal itu menurutnya tetap harus didukung penelitian
empiris serta berdasarkan kajian ilmiah, sehingga ia meminta masyarakat tetap
waspada dan berhati-hati saat memilih menggunakan pengobatan alternatif
ketimbang medis.
"Jadi misalnya seseorang yang kena penyakit kanker, itu jangan sampai
terlambat karena berobat tradisional. Karena sudah ada metode yang memang bisa
menyembuhkan 100 persen kalau dilakukan pengobatan pada stadium dini,"
ujar Nadia.
Respons IDI
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi
menjelaskan ilmu-ilmu lain di luar kedokteran bisa disebut dengan pengobatan
tradisional komplementer. Rata-rata, kata dia, memang tak memerlukan
pemeriksaan menyeluruh dalam menangani pasiennya. Termasuk cara pengobatan yang
dilakukan oleh Ida Dayak.
Adib menyebut tak bisa serta merta mengatakan hal yang dilakukan Ida sebagai
hal yang salah atau benar secara medis. Sebab, dasar yang dipakai untuk
pengobatanya pun sudah sangat berbeda.
"Kita menganggap dalam konteks ini, kita mengapresiasi sebagai landasan
sosiologis terkait pengobatan yang dilakukan ibu Ida. Tapi secara kedokteran ini
tidak ada kaitannya," kata Adib di Gedung PB IDI, Jakarta Pusat, Selasa
(4/4).
Sementara dalam ilmu medis, sambung Adib, memang harus ada dasar yang didapat
dari pemeriksaan. Hal ini agar dokter bisa mengambil tindakan yang tepat.
Ia menyebut dalam ilmu medis ada satu pola dasar yang digunakan untuk merawat
pasien dengan trauma tulang misalnya. Seperti saat sebelum melakukan
pengobatan, pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk mengetahui jenis cedera
yang dialami pasien.
"Mulai dari pemeriksaan fisik, kemudian dilanjut dengan anamnesa atau
pemeriksaan penunjang, baru dilakukan diagnosa dan penatalaksanaan," kata
dia.
Adapun terkait apakah pasien yang ditangani Ida ini benar-benar sembuh dari
penyakitnya, Adib juga tak bisa memastikan lebih lanjut. Menurutnya, hal ini
harus dilakukan dengan pemeriksaan menyeluruh.
Ia mengaku perlu bertemu dengan para pasien tersebut untuk melihat kondisi
tubuhnya setelah dinyatakan sembuh melalui pengobatan Ida Dayak.
Adib sekaligus mengingatkan agar masyarakat tetap melakukan pemeriksaan
menyeluruh untuk memastikan kesembuhan setelah melakukan pengobatan ke Ida
Dayak.
"Dan saya kira buat kita di ortopedi, ada yang istilahnya saingan atau
tidak, tidak ada yang seperti itu, karena ini sekali lagi, masyarakat tentu
mempunyai pilihan dan kita tidak bisa menapikkan sebuah harapan
kesembuhan," ujar Adib.”